Sumber: Freepik
Alergi cumi merupakan reaksi dari sistem imun tubuh yang menganggap cumi berbahaya untuk tubuh walaupun sebenarnya tidak berbahaya akibatnya munculnya gejala alergi. Beberapa orang memiliki alergi terhadap jenis makanan laut tertentu seperti misalnya alergi cumi. Dalam hal ini, cumi-cumi termasuk ke dalam kategori moluska sama seperti gurita, siput, tiram, kerang, dan abalon. Namun, kasus alergi terhadap crustacea seperti kepiting, lobster, dan udang lebih banyak ditemukan jika dibandingkan dengan alergi terhadap moluska.
Beberapa orang dengan riwayat alergi moluska juga bisa menunjukkan gejala alergi yang sama saat bersinggungan dengan hewan laut jenis crustacea. Oleh sebab itu, kamu harus tetap waspada atau melakukan tes alergi untuk memastikannya. Simak informasi selengkapnya dalam artikel berikut ini.
Gejala alergi cumi umumnya terjadi setelah mengonsumsi atau bersentuhan dengan cumi-cumi. Beberapa gejala yang muncul di antaranya seperti berikut.
Sumber: Freepik
Meskipun mengalami berbagai gejala alergi pasca mengonsumsi cumi-cumi, kamu mungkin masih ragu apakah hal tersebut terjadi karena reaksi alergi atau justru akibat keracunan makanan. Untuk memastikannya, kamu bisa melakukan tes alergi ke pusat pelayanan kesehatan terdekat.
Ada dua jenis tes alergi yang umumnya akan direkomendasikan oleh dokter, yaitu tes tusuk kulit dan tes darah. Berikut penjelasannya.
Proses tes tusuk kulit dilakukan dengan menusukkan sejumlah kecil protein pada cumi ke kulit lengan atau punggung pasien. Kemudian, dokter akan menunggu sekitar 15 hingga 20 menit untuk melihat kemungkinan timbulnya reaksi alergi di area lengan dan punggung tadi. Jika positif alergi, biasanya akan muncul benjolan pada kulit.
Petugas kesehatan akan mengambil sampel darah dan mengirimkannya ke laboratorium. Kemudian, staf laboratorium akan menguji respons sistem imun terhadap protein di dalam cumi dengan cara mengukur jumlah antibodi Imunoglobulin E (IgE) penyebab alergi di dalam aliran darah.
Protein di dalam cumi-cumi menjadi penyebab utama yang membuat seseorang mengalami gejala alergi. Secara lebih spesifik, jenis protein yang ada di dalam cumi disebut dengan Tropomiosin.
Dengan kata lain, sistem kekebalan tubuh pada penderita alergi cumi akan menganggap Tropomiosin sebagai substansi yang berbahaya bagi tubuh. Hal tersebut kemudian menimbulkan gejala alergi sebagai bentuk perlawanan antibodi terhadap Tropomiosin.
Sumber: Freepik
Saat pasien menunjukkan gejala alergi baik ringan hingga berat, ada baiknya untuk berkonsultasi dengan dokter terlebih dulu. Hal ini penting agar pasien bisa mendapatkan pertolongan atau pengobatan medis secara tepat.
Selain mengupayakan pengobatan yang tepat, kamu sebaiknya juga melakukan langkah pencegahan untuk meminimalisir gejala alergi kambuh di kemudian hari. Berhati-hatilah saat menyantap makanan di restoran atau rumah makan yang juga menyajikan menu seafood seperti cumi, kerang, udang, dan lain-lain. Kamu mungkin tidak punya alergi terhadap udang, tapi wajan atau penggorengan yang digunakan untuk mengolah udang juga dipakai untuk memasak cumi. Selain itu, perhatikan komposisi yang tertera di label kemasan produk saat membeli makanan olahan yang sudah dikemas.
Beberapa orang mungkin juga menunjukkan gejala alergi saat mencium bau atau menyentuh cumi-cumi secara intens, misalnya saja seperti koki restoran yang setiap hari harus mengolah cumi.
Pasien bisa menunjukkan gejala ringan hingga berat saat terdampak alergi cumi. Namun, tidak perlu khawatir karena beberapa gejala ringan biasanya dapat diatasi dengan mengonsumsi obat alergi cumi-cumi yang ada di apotek. Namun jika gejala tidak kunjung sembuh,segera konsultasikan kembali keluhanmu ke dokter untuk mendapat penanganan yang lebih tepat.
Referensi: