10 Mitos tentang Alergi yang Harus Dipahami Faktanya

  Jumat, 21 Juni 2024 | 03:15 WIB
   Team Prosix
10-mitos-tentang-alergi-yang-harus-dipahami-faktanya_lRa.jpg

Telah ditemukan lebih dari 150 tahun yang lalu, National Geographic (2018) melaporkan bahwa setidaknya 2,5% dari populasi dunia memiliki alergi makanan. Belum lagi dengan alergi jenis lain, seperti alergi zat kimia, alergi dingin, alergi debu, dan masih banyak lagi lainnya. Sayangnya, telah beredar banyak sekali mitos tentang alergi yang menyebabkan penderita alergi salah dalam memahami kondisi ini. Bahkan ada beberapa mitos yang beredar justru membuat seseorang lebih rentan terserang alergi atau salah menangani reaksi alergi yang muncul.

Setiap jenis alergen menyebabkan reaksi alergi yang beragam, seperti masalah kulit, gangguan pernapasan, hingga masalah pencernaan. Namun gejala yang paling membahayakan dan mengancam jiwa adalah anafilaksis, yaitu syok berat yang bisa menyebabkan kematian. Itulah kenapa penting sekali memahami beberapa mitos tentang alergi dan fakta yang harus diketahui.

1. Mitos: Alergi Debu dan Tungau Akibat Memiliki Rumah yang Kotor

Serangga berukuran mikro seperti tungau dan kutu kasur hidup dan tinggal di setiap rumah, baik rumah tersebut bersih atau tidak. Apalagi debu, partikel yang akan selalu ada di setiap ruangan di rumah. Namun alergen tersebut bisa diminimalisir dengan rutin mencuci dan mengganti seprei serta mengurangi kelembapan udara.

2. Mitos: Tes alergi Tidak Cocok untuk Anak-Anak

Tes alergi penting dilakukan untuk mengidentifikasi lebih awal dan mencegah seseorang mengalami reaksi alergi yang parah. Saat ini tes alergi sudah terdiri dari beberapa metode dan usia tidak menjadi halangan seseorang untuk mendapatkannya. Dengan begitu orang tua dapat membantu mencegah anak menghindari alergen di kehidupan sehari-hari.

3. Mitos: Alergi hanya Terjadi pada Anak-Anak dan akan Hilang dengan Sendirinya

Beberapa jenis alergi memang terjadi pada anak-anak dan dapat sembuh dengan sendirinya jika penanganan dan pengelolaan alergi tersebut dilakukan dengan benar. Namun jenis alergi yang lain akan bertahan pada tubuh seseorang sepanjang hidupnya. Meski gejala dan reaksinya dapat diturunkan, namun resikonya tidak benar-benar hilang.

4.  Mitos: Reaksi Alergi Ringan adalah Hal yang Tidak Membahayakan

Meskipun beberapa reaksi alergi dikategorikan dalam gejala ringan, penanganannya harus dilakukan secara serius dengan cara yang tepat. Apabila reaksi alergi apapun diremehkan, bisa jadi penderitanya akan mengalami infeksi sinus kronis atau masalah kulit jangka panjang. Bahkan beberapa jenis gejala alergi dapat mengancam keselamatan jiwa.

5. Mitos: Penderita Asma harus Menghindari Aktivitas Fisik

Beraktivitas fisik dan berolahraga dapat menguatkan otot pernapasan dan mendukung paru-paru dalam berfungsi. Selama penderita asma mendapatkan penanganan medis yang tepat, olahraga bukan hal yang perlu dihindari dan bahkan disarankan.

6. Mitos: Mengonsumsi Makanan dengan Zat Alergen Tidak Masalah jika Hanya Sedikit

Kandungan zat alergen dalam jumlah kecil bisa memicu sistem imun tubuh mengeluarkan histamin dan menimbulkan reaksi alergi. Bahkan produk yang diolah di tempat yang sama dengan bahan pangan lain yang mengandung alergen pun sebaiknya dihindari.

7. Mitos: Hewan Berbulu Pendek Tidak Masalah bagi Penderita Alergi Bulu Hewan

Pada alergi bulu hewan, binatang berbulu pendek pun tetap akan membawa zat alergen. Hal ini karena alergen dapat ditemukan pada air liur, urine, dan bulu hewan terlepas dari seberapa panjang bulu tersebut.

8. Mitos: Seseorang Hanya Memiliki Satu Jenis Alergi

Pada beberapa kasus, seseorang dapat memiliki lebih dari satu jenis alergi. Contohnya adalah kemungkinan terjadinya tumpang tindih antara alergi makanan dan serbuk sari. Itulah kenapa tes alergi sangat disarankan.

9.  Mitos: Obat Alergi Hanya Boleh Dikonsumsi Setelah Ada Reaksi Alergi yang Muncul

Obat alergi bisa atau boleh dikonsumsi sebelum reaksi alergi muncul untuk melindungi sistem imun. Terutama jika seseorang berisiko tinggi terpapar alergen pada situasi dan kondisi yang sulit terhindarkan.

10.  Mitos: Mampu Mengatasi Anafilaksis dengan Suntikan Epinefrin Berarti Tidak Perlu ke Dokter

Pada reaksi alergi berat seperti anafilaksis, sebaiknya penderitanya tetap mendapatkan penanganan medis dari fasilitas kesehatan lebih lanjut. Langkah ini untuk memastikan tidak ada gejala berat yang muncul kembali.

Sekali lagi, jenis alergi akan memengaruhi gaya hidup, cara menangani, hingga cara menyembuhkannya. Sehingga akan jauh lebih baik jika kamu juga mendapatkan konsultasi dan pengecekan kesehatan menyeluruh dengan dokter atau ahli imunolog. Dalam sesi konsultasi tersebut, kamu akan mendapatkan tips yang lebih sesuai dengan kondisi kesehatan.

Referensi:

  1. National Geographic. 2018. A Brief History of Allergies. Diakses pada 2 Januari 2024 dari  https://www.nationalgeographic.com/science/article/partner-content-brief-history-of-allergies

  2. Kathleen Hall. 2022. 10 Myths About Allergies. Diakses pada 2 Januri 2024 dari https://www.everydayhealth.com/allergies/myths-about-allergies/

  3. Family Allergy & Asthma. 25 Myths About Allergies and Asthma. Diakses pada 2 Januari 2024 dari https://familyallergy.com/allergies/25-myths-about-allergies-and-asthma/