Pernah mengalami gejala alergi setelah konsumsi protein hewani? Seperti gatal-gatal, ruam kulit atau eksim, kemerahan dan pembengkakan, mual, muntah, diare atau lainnya. Jangan diabaikan, ya! Alergi terhadap protein hewani harus segera diatasi.
Alergi protein hewani bisa terjadi pada saat sistem kekebalan tubuh bereaksi secara berlebihan terhadap protein yang ditemukan dalam produk hewani seperti daging, susu, telur, ikan, atau lainnya. Pada saat seseorang pertama kali terpapar protein hewani, sistem kekebalan tubuhnya akan mengenali protein tersebut sebagai zat asing yang berbahaya. Kemudian, sistem kekebalan tubuh memproduksi antibodi khusus yang disebut Imunoglobulin E (IgE) untuk melawan protein ini.
Lalu pada paparan berikutnya, IgE yang telah diproduksi akan mengenali protein tersebut dan memicu pelepasan berbagai bahan kimia dari sel-sel imun, terutama histamin. Nah, histamin dan bahan kimia lainnya inilah yang menyebabkan gejala alergi seperti gatal, ruam, pembengkakan, dan pada kasus yang parah, anafilaksis.
Kapan gejala alergi protein hewani bisa muncul? Gejala alergi ini biasanya akan muncul beberapa menit hingga beberapa jam setelah mengonsumsi atau terpapar protein hewani. Tapi dalam beberapa kasus, gejala juga dapat muncul beberapa jam setelah konsumsi protein hewani.
Ada banyak faktor yang bisa mempengaruhi seseorang mengalami alergi protein hewani. Alergi sering kali terjadi dalam keluarga, yang artinya jika salah satu atau kedua orang tua memiliki alergi, risiko anak untuk mengalami alergi meningkat. Selain itu, faktor lingkungan seperti paparan terhadap alergen pada usia dini, polusi, dan gaya hidup juga dapat memengaruhi perkembangan alergi.
Pada beberapa orang, sistem kekebalan tubuh lebih sensitif dan cenderung bereaksi berlebihan terhadap protein tertentu. Kemudian, kondisi kesehatan seperti dermatitis atopik (eksim) atau asma juga dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengembangkan alergi makanan.
Contoh protein hewani yang pada umumnya bisa menyebabkan alergi, di antaranya adalah sebagai berikut:
Susu Sapi: Protein seperti kasein dan whey dalam susu sapi sering menjadi penyebab alergi pada anak-anak.
Telur: Protein dalam putih telur, seperti ovomucoid, ovalbumin, dan ovotransferrin, biasanya lebih sering menjadi penyebab alergi dibandingkan protein dalam kuning telur.
Daging: Beberapa orang mungkin juga bisa mengalami alergi terhadap protein dalam daging merah seperti daging sapi, babi, atau domba.
Ikan dan Kerang: Protein dalam ikan dan kerang, seperti parvalbumin pada ikan dan tropomyosin pada kerang, juga sering menjadi alergen.
Unggas: Meskipun lebih jarang, beberapa orang bisa alergi terhadap protein dalam daging unggas seperti ayam ataupun kalkun.
Saat mengalami alergi terhadap protein hewani, ada beberapa langkah yang bisa dicoba untuk mengatasinya:
Konsultasikan dengan Dokter: Sangat penting untuk mendapatkan diagnosis yang tepat dari dokter atau ahli alergi untuk memastikan alergi yang kamu alami adalah terhadap protein hewani.
Eliminasi dari Diet: Segera hentikan konsumsi makanan yang mengandung protein hewani yang memicu alergi. Ini termasuk daging, telur, susu, serta produk-produk turunannya. Perlu perhatian ekstra karena beberapa makanan atau produk mungkin juga mengandung protein hewani dalam jumlah yang tidak terduga.
Ganti dengan Alternatif Nabati: Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, kamu bisa mengganti sumber protein hewani dengan sumber protein nabati seperti kacang-kacangan, tahu, tempe, kacang polong, dan biji-bijian. Pastikan juga kamu mendapatkan nutrisi yang cukup dari sumber-sumber ini.
Perhatikan Label Makanan: Pada saat membeli makanan olahan, selalu periksa label untuk memastikan tidak ada kandungan protein hewani tersembunyi.
Pertimbangkan Suplemen: Jika perlu, kamu juga bisa berkonsultasi dengan dokter atau ahli gizi mengenai suplemen yang dapat membantu memenuhi kebutuhan nutrisi tanpa menimbulkan reaksi alergi.
Waspadai Reaksi Alergi: Jika kamu mengalami reaksi alergi yang parah seperti sesak napas, pembengkakan, atau gatal-gatal yang parah setelah konsumsi makanan tertentu, segera cari pertolongan medis.
Pantau Perubahan dan Konsultasi Rutin: Jangan lupa untuk melakukan pemantauan terhadap respons tubuh terhadap perubahan diet dan konsultasikan secara rutin dengan dokter atau ahli gizi. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa kamu mendapatkan nutrisi yang cukup dan aman.
Penting untuk diingat bahwa setiap kasus alergi termasuk alergi protein hewani bisa bervariasi. Jadi, pengelolaan alergi protein hewani tentunya harus disesuaikan dengan kebutuhan kesehatan dan rekomendasi dari profesional kesehatan yang memahami kondisimu.
Untuk mengobati reaksi alergi terhadap protein hewani, jenis-jenis obat berikut ini bisa digunakan:
Gunakan antihistamin seperti cetirizine untuk meredakan gejala ringan seperti gatal-gatal atau ruam.
Untuk kasus yang lebih serius, dokter mungkin akan meresepkan kortikosteroid untuk mengurangi peradangan dan pembengkakan.
Jika alergi menyebabkan gejala asma seperti sesak napas, maka bronkodilator dapat digunakan untuk melegakan saluran napas.
Untuk reaksi alergi yang parah (anafilaksis), maka epinephrine auto-injector sangat diperlukan. Ini merupakan jenis pengobatan darurat yang harus selalu dibawa oleh penderita alergi parah.
Selalu ingat bahwa pengelolaan yang tepat tentunya dapat membantu mencegah dan mengatasi gejala, sehingga kualitas hidup penderita tetap baik.
Sumber gambar: Freepik